Sebutir Pasir Emas, Segenggam Harapan: Menanti Legalisasi Tambang Rakyat di Ketapang
Harapan di Balik Lumpur Emas
ketapangnews.web.id – Fajar menyingsing di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang. Kabut tipis menyelimuti tanah yang tercabik menjadi kolam-kolam keruh. Di balik kabut, deru mesin tambang emas ilegal terdengar, menandai awal hari bagi para penambang yang hidup dari butiran emas kecil.
Selama puluhan tahun, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) menjadi sumber nafkah ribuan keluarga. Namun, hingga kini, legalisasi melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR) belum juga terealisasi. Mereka tetap bekerja dalam ketidakpastian, di bawah bayang-bayang razia aparat.
Suara Para Penambang
Supri, 57 tahun, sudah menghabiskan puluhan tahun hidupnya di lokasi tambang. Rambutnya memutih, namun tangannya tetap cekatan mengayak lumpur.
“Kalau tidak kerja tambang, mau kerja apa lagi? Umur sudah tua, sekolah tidak tamat. Ini satu-satunya jalan saya untuk hidup,” ujarnya lirih.
Hari-harinya dimulai sebelum matahari terbit. Ia menggali tanah dari pagi hingga malam, berharap keberuntungan datang.
“Kalau lagi beruntung, sehari bisa dapat empat sampai enam gram, dibagi enam orang. Pernah juga dua hari tak dapat apa-apa,” tambahnya.
Risiko selalu mengintai. Lubang tambang yang rawan longsor bisa merenggut nyawa kapan saja. Penyakit paru-paru, demam, dan rasa was-was karena razia aparat menjadi bagian dari hidup mereka.
“Tolong, Pak Polisi, jangan tangkap rakyat kecil. Kami hanya ingin kerja untuk makan. Kami juga ingin legal, tapi izin tak kunjung keluar,” keluhnya.
Denyut Ekonomi di Sekitar Tambang
Tambang emas bukan hanya soal penambang. Kehidupan ekonomi masyarakat sekitar juga bergantung padanya. Novi, pedagang makanan di lokasi tambang, sudah berjualan selama delapan tahun.
“Kalau tambang ditutup, anak-anak saya makan apa? Hasil jualan ini untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari,” katanya sambil mengelap keringat.
Di ujung lokasi, ada Sirat, 72 tahun. Tubuhnya renta, tapi tangannya tetap menggenggam alat kerja.
“Kalau mau ditutup, kenapa tidak dari dulu? Saya hanya ingin tambang ini dilegalkan. Ada WPR, ada izin IPR, supaya kami tidak hidup dalam ketakutan,” ungkapnya.
Sirat menambahkan bahwa para penambang tidak abai pada alam. Mereka menutup bekas galian, menanami pohon, bahkan menjadikan kolam bekas tambang sebagai tempat budidaya ikan.
Dukungan Pemerintah dan Janji Legalisasi
Harapan semakin menguat ketika Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen untuk melegalkan tambang rakyat melalui sistem koperasi. Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, juga mendukung penuh legalisasi ini.
“Tambang ini sudah berlangsung lama. Ratusan ribu keluarga bergantung hidup di sini. Pemerintah harus segera mencarikan solusi. Legalkan tambang rakyat, tetapkan wilayahnya, atur regulasinya,” tegas Krisantus, Rabu (27/8/2025).
Ia menambahkan bahwa potensi emas Kalbar sangat besar. Namun, karena aktivitas ilegal, sebagian besar hasilnya tidak memberi kontribusi pada daerah.
“Daripada sumber daya hilang tanpa bekas, lebih baik dilegalkan. Manfaatnya jelas: kesejahteraan meningkat dan pendapatan daerah ikut naik,” ujarnya.
Mereka Masih Menunggu
Di balik janji yang terus bergulir, suara mesin tambang tetap meraung. Para penambang, tua dan muda, terus menggali tanah, berharap pada sebutir emas untuk bertahan hidup.
Hidup di tambang emas ilegal bukan sekadar mencari nafkah. Ini tentang bertahan hidup. Tentang orang-orang yang menukar tenaga, waktu, bahkan nyawa demi sesuap nasi. Tentang rakyat kecil yang hanya menginginkan satu hal sederhana: bekerja dengan aman dan legal di tanah mereka sendiri.
Cek juga artikel terbaru dari outfit.web.id
